“lebih baik aku tersiksa dineraka karena cinta kepada Allah, daripada aku masuk surga dengan bergelimang kesenangan tetapi bukan karena cintaku kepada Allah melainkan aku cinta kepada kesenangan surga”.
Lama banget gak nulis di blog,
karena kesibukan kuliah, pondok, dan move on dari mantan, tapi gagal. Putus
cinta – move on – let go – bangun cinta baru, itu siklus hati yang seneng
pacaran dan gonta ganti pasangan dengan alesan untuk cari yang terbaik. Tapi
gue gak akan bahas tentang yang “seneng” itu.
Berangkat dari keresahan hati
aja, pusing karena awalnya gue kira, gue udah lelah buat lanjutin hubungan
waktu itu. Dilanjut dengan berakhirnya hubungan gue, dan proses adaptasi yang
mungkin bagi sebagian orang sulit, “move on”. Move on bukan berarti hapus
segala-galanya, tapi menunda untuk waktu yang lama untuk inget lagi ke
kenangannya, rasanya, dan dirinya. Menunda berarti suatu hari nanti bakalan
inget lagi buat sekedar nikmatin masa-masa indah dimasa lampau, dengan tujuan
yang macem-macem. Ada yang tujuannya buat bikin diri sendiri senyum-senyum
sendiri, ada juga yang nginget buat diambil pelajarannya dan dipake buat masa
yang akan dihadapi berikutnya, atau ada juga yang nginget tapi tujuannya bukan
untuk keduanya, melainkan untuk hidup didalamnya dan melanjutkan kehidupan dengan
hidupnya. Yang terakhir ini namanya gagal move on, sama kayak gue.
Orang banyak yang bilang, kalo
mau move on itu ya harus go on, atau dengan kata lain, kalo kehilangan
seseorang, berarti harus nemuin seseorang yang lain, kehilangan sebuah masa,
berati harus ciptain sebuah masa yang lain, atau kalo kehilangan sesuatu
misalnya barang , ya harus diganti dengan barang. Tapi yang gue hadapin sekarang, bukan lagi
sekedar kehilangan barang, masa atau seseorang, melainkan kehilangan hidup.
Sama seperti bait yang kehilangan sajaknya. Tanpa sajak, tak akan ada bait,
tapi sajak tetap sajak, manusia tetep manusia, gue tetep gue, yang masih bisa
berdiri sendiri tanpa bait. Namun seperti halnya sajak, ia tak akan tampak elok
jika tanpa bait, tak akan meraih kesempurnaan tanpa bait, dan puisi takan mampu
menjadi sastra tanpa bait.
Analoginya, manusia adalah sajak,
bait adalah hidup, dan puisi adalah kehidupan.
Lebih sempit lagi, darah dalam tubuh adalah sajak, bait adalah jantung
nya, dan puisi adalah manusia. Jadi bisa dibayangkan kalo manusia kehilangan
hidupnya, kehilangan jantungnya, dan puisi kehilangan baitnya. Kesemuanya bisa
dia tambel sama hal yang sama tapi dari tempat yang berbeda. Transpalansi
jantung misalnya, ada caranya tapi bukan hal yang mudah.
Cara terbaik buat nyegah semua
itu terjadi cuman satu, pertahankan semuanya. Cintai semuanya, cintai jantung,
cintai hidup dan cintai pasangan.
Cinta adalah cara untuk mencapai
kesempurnaan. Kata “Wafat(dalam bahasa arab) artinya sempurna” sedangkan mati
diambil dari kata “mata(dalam bahasa arab) artinya hilangnya kekuatan,
sedangkan “ajal(dalam bahasa arab) artinya habisnya waktu. Manusia yang
meninggal dunia disebut telah wafat, yang berarti telah sempurna. Allah
menurunkan manusia untuk menebarkan cinta pada semua mahluk dan membagikannya
pada pasangan. Seseorang yang telah wafat seperti Nabi Muhammah saw, telah
membagikan dan menebarkan cinta kepada semua mahluk Allah, maka Allah telah
menyempurnakan Nabi kedalam alam akhirat yang superpower.
Cinta itu ada karena manfaat.
Jika cinta tak memberi manfaat maka tinggalkan cinta itu, karena itu bukan
cinta yang Tuhan maksudkan.
Gue kira dengan putusnya
hubungan, bakalan nambah bahagia dan bebas. Ternyata enggak, mungkin ada
sebagian yang bisa dapet keduanya, dan sebagian yang lain dapet keduanya pula
tapi dengan jalan kemunafikan.
Berharap bakalan lebih bisa fokus
sama hapalan Al-Qur’an, ternyata hapalan gue makin hari makin lambat dan gak
beres, berharap bisa semangat kuliah karena bisa cari orang baru, ternyata malah
males kuliah karena selalu kepikiran dia, berharap bisa fokus merhatiin
pelajaran dari dosen, ternyata malah fokus stalking sosmed dia, berharap bisa
fokus baca, tenyata malah kepikiran buat nulis tentang dia, dan berharap bisa
semangat ngaji ternyata malah males karena cuman dia yang pengen gue kasih tau
ilmu baru yang gue dapet. Ngenes sih waktu tau kalo cuman gue yang tau rasa
ini, tapi sekarang gue bagi buat siapapun yang pernah atau lagi dalam keadaan
kayak gini. Harapannya biar kita sama-sama bangkit, ternyata
........................................”
Sadar didalem masa penyesalan
emang terlalu terlambat, makanya gue coba buat cari yang lain. Tapi gak akan
pernah ada yang pas, kalo dia aja udah tampak sempurna. Coba balik kecinta
sebelum dia, kayak cinta pertama atau orang yang gue kejar-kejar sebelum dan
sesudah ketemu dia, bukannya mekar lagi tapi malah makin layu dan mati.
Sementara yang mau dihilangin malah makin kuat, ranum, dan mekar. Apalagi kalo
bukan cinta.
Setiap denger orang bilang kata “janji”,
gue masih aja keinget janji-janji gue yang belum dipenuhi buat dia. Ada niat
buat kembali ke hidup lama dan lanjutin kehidupan, pake jantung lama lagi,pake
bait lama lagi buat sajak, tapi sekedar ngucap “kamu apa kabar??” aja,
deg-deg-an, bahkan keringet dingin. Parahnya itu di sort massage. Kalo udah
ngerasain begini, jadi inget masa awal pedekate. Lucu sih, tapi ya tegang juga.
Mungkin yang gue rasa dulu
“aku+kamu= rasa sakit, tapi aku cinta rasa sakit itu dengan kamu”. Dan sekarang
gue ngerti arti perasaan itu setelah Cak Nun ngomong “lebih baik aku tersiksa
dineraka karena cinta kepada Allah, daripada aku masuk surga dengan bergelimang
kesenangan tetapi bukan karena cintaku kepada Allah melainkan aku cinta kepada
kesenangan surga”. Ternyata cinta adalah menelan rasa sakit sebagai bukti
kesungguhan dan berpasangan bukan untuk menemukan kebahagiaan tetapi untuk
membagikan kebahagiaan itu. Membagikan cinta itu walau sakit itu tetap
jalannya.
Sakit sih jalannya, tapi sekarang
sakit itu yang gue kangenin.
Solusinya belum dapet, jadi untuk
sementara gue potong disini dulu.
Abis baca ini, silahkan coba dengerin lagunya Phil Collins –
You ll be in my heart.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar