Keadilan Tuhan swt selalu
berputar pada poros hikmah, termasuk dalam penciptaan manusia dimana salah satu
bukti keadilan Tuhan swt adalah dengan memberikan syariat kepada manusia untuk
membantu manusia meraih kesempurnaan penciptaannya.
Aliran-aliran ilmu kalam berbeda
pendapat mengenai kekuatan akal, fungsi dan wahyu dan kebebasan atau kehendak,
perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentang kehendak
mutlak dan keadilan Tuhan.
Pangkal persoalan kehendak mutlak
dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai Tuhan alam semesta, sebagai
pencipta alam Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada bahkan harus melampaui
segala aspek yang ada yaitu eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan
yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi karena lain yang mengatasi dan
melampaui, yang dipahami esa dan unik.
Perbedaan aliran-aliran kalam
dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan didasari pula oleh perbedaan
pemahaman terhadap akal dan fungsi wahyu.
a. Mu’tazilah
Manusia bebas merdeka melakukan
perbuatannya sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan
dari sudut kepentingan manusia. Tuhan adil jika Tuhan memberikan hak sebenarnya
kepada manusia.
b. As-ariyah
Aliran ini bertolak belakang
dengan mu’tazilah. As-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan
kekuasaan Tuhan yahng bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik
segala-galanya, karena itu apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil. Sebab Ia
memperlakukan ciptaan dan miliknya sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah
menempatkan sesuatu ditempat yang sebenarnya.
c. Maturidiyah
Samarkhan dan Bukhara
Maturidiyah Samarkhan ini
memandang keadilan Tuhan sama dengan Mu’tazilah, sedangkan pendapat Maturidiyah
Bukhara sejalan dengan pemikiran as-ariyah.
2. Keadilan
Tuhan
Perbedaan aliran-aliran kalam
dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan tuhan didasari pula oleh perbedaan
pemahaman terhadap akal dan fungsi wahyu. Keadilan Tuhan tersebut menurut
beberapa aliran yaitu:
a. Mu’tazilah
Manusia bebas merdeka melakukan
perbuatannya sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan
dari sudut kepentingan manusia.
b. As-ariyah
Aliran ini bertolak belakang
dengan mu’tazilah, as-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan
kekuasaan Tuhan yang bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik
segala-galanya, karena itu apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil, sebab ia
memperlakukan ciptaan dan miliknya sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah
menempatkakn sesuatu di tempat yang sebenarnya.
c. Maturidiyah
(Samarkhan dan Bukhara)
Maturidiyah Samarkhan ini
memandang keadilan Tuhan sama dengan mu’tazilah, sedangkan pendapat maturidiyah
Bukhara sejalan dengan pemikiran As-ariyah.
3. Aliran-aliran
dalam tentang kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan
Aliran-aliran dalam tentang
kehendak mutlak dan keadilan tuhan dan perbuatan tuhan dan perbuatan
manusai yaitu :
a. Mu’tazilah
Aliran ini mengatakan dengan
aliran rasional yang menempatkan akal pada posisi yang tinggi dan menyakini
kemampuan akal untuk memecahkan problema teologis yang berpendapat kekuasaan
tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasaannya dibatasi oleh beberapa hal yang
diciptakannya sendiri. Hal-hal yang membatasi kekuasaan tuhan tersebut diantara
lain :
Ø Kewajiban-kewajiban
untuk menunaikan janji-janjinya seperti janjinya memasukkan orang saleh kedalam
syurga dan memasukkan orang yang berbuat jahat ke dalam neraka
Ø Kebebasan dan
kemerdekaan manusia untuk melakukan perbuatannya. Menurut mu’tazilah Allah
memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk melakukan perbuatan
Ø Hukum Allah. Hukum
Allah menciptakan alam semesta ini dengan hokum-hukum tertentu yang bersifat
tetap.
b. As’ariyah
Menurut As’ariyah tuhan berkuasa
mutlak atas segala-galanya. Tidak ada sesuatupun yang membatasi kekuasaannya
itu, karena kekuasaan Tuhan bersifat absolute, bisa saja orang jahat atau kafir
ke dalam syurga atau memasukkan orang mukmin yang saleh ke dalam neraka., jika
hal itu dikehendakinya. Dalam hal ini bukti berarti tuhan tidak adil. Keadilan
tuhan tidaklah berkurang dengan perbuatannya itu sebab semua yang ada adalah
ciptaan dan miliknya, dia berhak berbuat apa saja terhadap ciptaan dan
miliknya.
c. Maturidiyah
Tuhan memiliki kekuasaan yang
mutlak, namu keutlakannya tidak semutlak paham yang dianut oleh paham
As’ariyah, inti paham maturidiyah adalah tuah tak mungkin melanggar janjinnya
kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat. Pendapat
ini menunjukan bahwa kekuasaan tuhan tidak mutlak sepenuhnya sebagaimana
pendapat as’ariyah sebab masih terkandung adannya kewajiban tuhan dalam
menepati janji.
B. Perbuatan
Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran
kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan perbuatan disini dipandang sebagai
konsekuensi logis dan zat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya
Segala perbuatan Allah terbit
dari ilmu iradadnya. Tiap-tiap sesuatu yang terbit dari ilmu dan iradad berpangkal
pula kepada ikhtiar (kebebasan), tiap-tiap yang terbit dari ikhtiar tidak
satupun yang wajib dilakukan oleh yang mempunyai ikhtiar. Oleh karena itu tidak
ada satupun diantara perbuatan-perbuatannya yang dilakukan oleh zatnya, maka
segala perbuatan Allah seperti menciptakan, member rezki, menyuruh dan
mencegah, menghazab dan member nikmat adalah merupakan, sesuatu yang tetap bagi
Allah dengan kemungkinan yang khusus.
Aliran ini sebagai aliran kalam
yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada
hal-hal yang dikatakan baik, namun ini tidak berarti tuhan tidak mampu
melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, di dalam al-Qur’anpun dijelaskan
bahwa Tuhan tidak berbuat zalim.
Paham kewajiban Tuhan berbuat
baik bahkan yang terbaik mengkonsekuensikan aliran muktazilah memunculkan
kewajiban allah sebagai berikut :
a. Kewajiban
tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia
b. Kewajiban
mengirimkan rasul
c. Kewajiban
menepati janji
2. Aliran Asyi’ariyah
Menurut asyi’ariyah, paham
kewajiban tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia , sebagaimana dikatakan
aliran mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan paham
kekuasaan dan kehendak tuhan. Sedangkan as’ariyah tidak menerima paham tuhan
mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat baik sekehendak hatinya terhadap
makhluk.
3.Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini,
terdapat perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkahn adinbakhara, aliran
Maturidiyah samarkhan juga memberikan batas dan kehendak mutlak tuhan.
Berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja.
Dengan demikian tuhan mempunyai melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga
pengumuman rasul, dipandang sebagai, kewajiban tuhan.
sedangkan Maturidiyah –Bukharirah
memiliki pandangan yang sama dengan as’ariyah, bahwa tuhan tidak mempunyai
kewajiban, namun sebagaimana dijelaskan oleh basdawi tuhan pasti menepati
janjinya dan tentang pengiriman rasul sesuai dengan paham, mereka tentang
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat
mungkin saja.
C. Perbuatan
Manusia
Akar dari masalah perbuatan
manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di
dalamnya manusia itu sendiri. Perbuatan manusiapun mulai dipertanyakan, sampai
dimanakah manusia sebagai ciptaan tuahn bergantung pada kehendak dan
keleluasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya ?. Apakah manusia
terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak tuhan?
Ada beberapa pendapat mengenai
hal-hal tersebut :
1. Aliran
Jabariyah
Pendapat aliran ini terbagi 2 :
a. Jabariyah
ekstrim
Berpendapat bahwa segala
perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya
b. Jabariyah
moderat
Mengatakan bahwa tuhan
menciptakan perbuatan manusia, baik, perbutan jahat maupun perbuatan baik,
tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya, tenaga yang diciptakan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya
2. Aliran
Qadariyah
Aliran ini menyatakan bahwa
segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia
mempunyai kewenangan utnuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,
baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman
atas kejahatan yang diperbuatnya, dari semua penjelasan diatas sungguh
perbuatan manusia tidak ada kaitannya dengan keinginan/kehendak tuhan. Seperti
yang telah diterangkan dalam Surat Ar-Ra’du : 11
Artinya: “Sesungguhnya Allah
tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’du: 11)
3. Aliran
Mu’tazilah
Dalam hal ini pendapat Mu’tazilah
hamper sama dengan Qadariyah yang memandang manusia mempunyai daya yang sangat
besar dan bebas. Manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, kepatuhan
dan ketaatan manusia kepada Tuhan adalah atas kehendaknya sendiri. Perbuatan
manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah
yang mewujudkan perbuatannya.
4. Aliran
Asyari’ah
Dalam paham aliran ini manusia
ditempatkan pada posisi yang lemah, manusia diibaratkan anak kecil
yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya, manusia kehilangan keaktifan,
sehingga manusia bersifat pasif dalam perbuatannya. Aliran ini berlandaskan
Firman Allah:
Artinya: “Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Ash
Shafaat: 96)
Pada prinsipnya, aliran ini
berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia
tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya.
5. Aliran
Maturidiyah
Terdapat 2 pendapat:
a. Maturidiyah
Samarkhan
Faham Maturidiyah Samarkhan lebih
dekat dengan faham Mu’tazilah, kehendak dan daya berbuat pada diri manusia
dalam arti kata sebenarnya bukan kiasan, perbedaannya dengan Mu’tazilah ialah
daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama
dengan perbuatannya.
b. Maturidiyah
Bukhara
Dalam banyak hal sependapat
dengan Maturidiyah Samarkhan, hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam
masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan perbuatan manusia tidak mempunyai
daya hanya Tuhanlah yang dapat mencipta dan manusia hanya dapat melakukan
perbuatan yang telah diciptankan Tuhan baginya.
Esensi Baik dan Buruk
Adalah masalah lain yang harus
dikemukakan sebagai hasil dari meluasnya jangkauan pandangan tentang
determinism(pasrah, karena segala sesuatunya sudah ditentukan) dan
non-determinism(ikhtiar) atau tentang keadilan. Bahwa apakah secara global
semua tindakan atau perilaku memiliki sifat baik dan buruk secara esensial?
Atau sebagai contoh, apakah kejujuran dengan sendirinya bersifat baik dan
penghianatan itu buruk? Apakah sifat-sifat seperti kebaikan dan kelayakan,
keburukan dan ketidaklayakan merupakan sifat-sifat yang memiliki kenyataan
tunggal sebagai atribut untuk setiap tindakan manusia tanpa harus merujuk pada
pelaku dan kondisi tindakan tersebut? Atau sebagai sifat-sifat hipostasi dan
relatif saja?
Hal ini sangat berhubungan sekali
dengan independensi akal dalam menilai sifat-sifat ini. Apakah logika manusia
dengan sendirinya mampu menilai baik dan buruknya setiap tindakan? Atau
membutuhkan syariat untuk memberikan penilaian terhadapnya?
Mu'tazilah (non-determinism)
berpendapat akan dzati-nya baik dan buruk-baik pada esensinya baik dan buruk
pada esensinya buruk-- dan mengetengahkan masalah self-sufficients logistic
(mustaqillatul-aqliyah) bahwa dengan sangat jelas tanpa petunjuk syariat agama
pun akal mampu memilah setiap tindakan yang berbeda-beda.
Adapun Asy'ariyah sebagaimana
mereka mengingkari keadilan, mereka juga mengingkari esensi baik dan buruk.
Pertama, mereka menganggap bahwa baik dan buruk itu relatif yang bergantung
pada kondisi, waktu dan lingkungannya, yang juga merupakan hasil rangkaian dari
doktrin-doktrin. Kedua, akal dalam menilai baik dan buruk harus mengikuti
petunjuk syariat. Dengan kata lain meminimalkan akal dalam menetukan baik dan
buruk atau bahkan mengabaikannya.
Puncak perselisihan antara
Asy'ariyah dan Mu'tazilah dalam masalah keadilan Tuhan swt adalah ketika
Mu'tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asy'ariyah bahwa jika
keadilan mencakup ikhtiar, baik dan buruk logistis serta keterikatan tindakan
Tuhan swt dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka pendapat ini akan
bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan swt (Tauhid fil Af'al) bahkan
bertentangan dengan ke-Esaan Tuhan swt itu sendiri. Karena ikhitar menurut
Mu'tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan
ikhtiar dari dzat-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar