Senin, 08 Desember 2014

Draft (Keadilan Tuhan dan manusia dalam perspektif islam kontemporer)

Keadilan Tuhan swt selalu berputar pada poros hikmah, termasuk dalam penciptaan manusia dimana salah satu bukti keadilan Tuhan swt adalah dengan memberikan syariat kepada manusia untuk membantu manusia meraih kesempurnaan penciptaannya.

1.      Kehendak Mutlak
Aliran-aliran ilmu kalam berbeda pendapat mengenai kekuatan akal, fungsi dan wahyu dan kebebasan atau kehendak, perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.

Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai Tuhan alam semesta, sebagai pencipta alam Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada bahkan harus melampaui segala aspek yang ada yaitu eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi karena lain yang mengatasi dan melampaui, yang dipahami esa dan unik.

Perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan didasari pula oleh perbedaan pemahaman terhadap akal dan fungsi wahyu.

a.       Mu’tazilah
Manusia bebas merdeka melakukan perbuatannya sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan dari sudut kepentingan manusia. Tuhan adil jika Tuhan memberikan hak sebenarnya kepada manusia.

b.      As-ariyah
Aliran ini bertolak belakang dengan mu’tazilah. As-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan kekuasaan Tuhan yahng bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala-galanya, karena itu apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil. Sebab Ia memperlakukan ciptaan dan miliknya sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah menempatkan sesuatu ditempat yang sebenarnya.

c.       Maturidiyah Samarkhan dan Bukhara
Maturidiyah Samarkhan ini memandang keadilan Tuhan sama dengan Mu’tazilah, sedangkan pendapat Maturidiyah Bukhara sejalan dengan pemikiran as-ariyah.


2.      Keadilan Tuhan
Perbedaan aliran-aliran kalam dalam persoalan kehendak mutlak dan keadilan tuhan didasari pula oleh perbedaan pemahaman terhadap akal dan fungsi wahyu. Keadilan Tuhan tersebut menurut beberapa aliran yaitu:

a.       Mu’tazilah
Manusia bebas merdeka melakukan perbuatannya sendiri dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan Tuhan dari sudut kepentingan manusia.

b.      As-ariyah
Aliran ini bertolak belakang dengan mu’tazilah, as-ariyah memandang keadilan Tuhan dari sudut kehendak dan kekuasaan Tuhan yang bersifat absolute. Tuhan adalah pencipta dan pemilik segala-galanya, karena itu apapun yang dilakukan Tuhan adalah adil, sebab ia memperlakukan ciptaan dan miliknya sendiri. Keadilan menurut aliran ini adalah menempatkakn sesuatu di tempat yang sebenarnya.

c.       Maturidiyah (Samarkhan dan Bukhara)
Maturidiyah Samarkhan ini memandang keadilan Tuhan sama dengan mu’tazilah, sedangkan pendapat maturidiyah Bukhara sejalan dengan pemikiran As-ariyah.

3.      Aliran-aliran dalam tentang kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan

Aliran-aliran dalam tentang kehendak  mutlak dan keadilan tuhan dan perbuatan tuhan dan perbuatan manusai yaitu :

a.       Mu’tazilah
Aliran ini mengatakan dengan aliran rasional yang menempatkan akal pada posisi yang tinggi dan menyakini kemampuan akal untuk memecahkan problema teologis yang berpendapat kekuasaan tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasaannya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakannya sendiri. Hal-hal yang membatasi kekuasaan tuhan tersebut diantara lain :

Ø  Kewajiban-kewajiban untuk menunaikan janji-janjinya seperti janjinya memasukkan orang saleh kedalam syurga dan memasukkan orang yang berbuat jahat ke dalam neraka
Ø  Kebebasan dan kemerdekaan manusia untuk melakukan perbuatannya. Menurut mu’tazilah Allah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk melakukan perbuatan
Ø  Hukum Allah. Hukum Allah menciptakan alam semesta ini dengan hokum-hukum tertentu yang bersifat tetap.

b.      As’ariyah
Menurut As’ariyah tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Tidak ada sesuatupun yang membatasi kekuasaannya itu, karena kekuasaan Tuhan bersifat absolute, bisa saja orang jahat atau kafir ke dalam syurga atau memasukkan orang mukmin yang saleh ke dalam neraka., jika hal itu dikehendakinya. Dalam hal ini bukti berarti tuhan tidak adil. Keadilan tuhan tidaklah berkurang dengan perbuatannya itu sebab semua yang ada adalah ciptaan dan miliknya, dia berhak berbuat apa saja terhadap ciptaan dan miliknya.

c.       Maturidiyah
Tuhan memiliki kekuasaan yang mutlak, namu keutlakannya tidak semutlak paham yang dianut oleh paham As’ariyah, inti paham maturidiyah adalah tuah tak mungkin melanggar janjinnya kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat. Pendapat ini menunjukan bahwa kekuasaan tuhan tidak mutlak sepenuhnya sebagaimana pendapat as’ariyah sebab masih terkandung adannya kewajiban tuhan dalam menepati janji.

B.     Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dan zat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya

Segala perbuatan Allah terbit dari ilmu iradadnya. Tiap-tiap sesuatu yang terbit dari ilmu dan iradad berpangkal pula kepada ikhtiar (kebebasan), tiap-tiap yang terbit dari ikhtiar tidak satupun yang wajib dilakukan oleh yang mempunyai ikhtiar. Oleh karena itu tidak ada satupun diantara perbuatan-perbuatannya yang dilakukan oleh zatnya, maka segala perbuatan Allah seperti menciptakan, member rezki, menyuruh dan mencegah, menghazab dan member nikmat adalah merupakan, sesuatu yang tetap bagi Allah dengan kemungkinan yang khusus.

Aliran ini sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik, namun ini tidak berarti tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, di dalam al-Qur’anpun dijelaskan bahwa Tuhan tidak berbuat zalim.
Paham kewajiban Tuhan berbuat baik bahkan yang terbaik mengkonsekuensikan aliran muktazilah memunculkan kewajiban allah sebagai berikut :

a.       Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia
b.      Kewajiban mengirimkan rasul
c.       Kewajiban menepati janji

2. Aliran Asyi’ariyah
Menurut asyi’ariyah, paham kewajiban tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia , sebagaimana dikatakan aliran mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak tuhan. Sedangkan as’ariyah tidak menerima paham tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat baik sekehendak hatinya terhadap makhluk.


3.Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara maturidiyah samarkahn adinbakhara, aliran Maturidiyah samarkhan juga memberikan batas dan kehendak mutlak tuhan. Berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian tuhan mempunyai melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga pengumuman rasul, dipandang sebagai, kewajiban tuhan.

sedangkan Maturidiyah –Bukharirah memiliki pandangan yang sama dengan as’ariyah, bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban, namun sebagaimana dijelaskan oleh basdawi tuhan pasti menepati janjinya dan tentang pengiriman rasul sesuai dengan paham, mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.

C.     Perbuatan Manusia
Akar dari masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia itu sendiri. Perbuatan manusiapun mulai dipertanyakan, sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan tuahn bergantung pada kehendak dan keleluasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya ?. Apakah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak tuhan?
Ada beberapa pendapat mengenai hal-hal tersebut :

1.      Aliran Jabariyah
Pendapat aliran ini terbagi 2 :

a.       Jabariyah ekstrim
Berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya

b.      Jabariyah moderat
Mengatakan bahwa tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik, perbutan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya, tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya

2.      Aliran Qadariyah
Aliran ini menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan utnuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya, dari semua penjelasan diatas sungguh perbuatan manusia tidak ada kaitannya dengan keinginan/kehendak tuhan. Seperti yang telah diterangkan dalam Surat Ar-Ra’du : 11
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’du: 11)

3.      Aliran Mu’tazilah
Dalam hal ini pendapat Mu’tazilah hamper sama dengan Qadariyah yang memandang manusia mempunyai daya yang sangat besar dan bebas. Manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, kepatuhan dan ketaatan manusia kepada Tuhan adalah atas kehendaknya sendiri. Perbuatan manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya.

4.      Aliran Asyari’ah
Dalam paham aliran ini manusia ditempatkan pada posisi yang  lemah, manusia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya, manusia kehilangan keaktifan, sehingga manusia bersifat pasif dalam perbuatannya. Aliran ini berlandaskan Firman Allah:
   
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Ash Shafaat: 96)

Pada prinsipnya, aliran ini berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya.

5.      Aliran Maturidiyah
Terdapat 2 pendapat:

a.       Maturidiyah Samarkhan
Faham Maturidiyah Samarkhan lebih dekat dengan faham Mu’tazilah, kehendak dan daya berbuat pada diri manusia dalam arti kata sebenarnya bukan kiasan, perbedaannya dengan Mu’tazilah ialah daya untuk berbuat  tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya.

b.      Maturidiyah Bukhara
Dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah Samarkhan, hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan perbuatan manusia tidak mempunyai daya hanya Tuhanlah yang dapat mencipta dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptankan Tuhan baginya.

Esensi Baik dan Buruk

Adalah masalah lain yang harus dikemukakan sebagai hasil dari meluasnya jangkauan pandangan tentang determinism(pasrah, karena segala sesuatunya sudah ditentukan) dan non-determinism(ikhtiar) atau tentang keadilan. Bahwa apakah secara global semua tindakan atau perilaku memiliki sifat baik dan buruk secara esensial? Atau sebagai contoh, apakah kejujuran dengan sendirinya bersifat baik dan penghianatan itu buruk? Apakah sifat-sifat seperti kebaikan dan kelayakan, keburukan dan ketidaklayakan merupakan sifat-sifat yang memiliki kenyataan tunggal sebagai atribut untuk setiap tindakan manusia tanpa harus merujuk pada pelaku dan kondisi tindakan tersebut? Atau sebagai sifat-sifat hipostasi dan relatif saja?

Hal ini sangat berhubungan sekali dengan independensi akal dalam menilai sifat-sifat ini. Apakah logika manusia dengan sendirinya mampu menilai baik dan buruknya setiap tindakan? Atau membutuhkan syariat untuk memberikan penilaian terhadapnya?

Mu'tazilah (non-determinism) berpendapat akan dzati-nya baik dan buruk-baik pada esensinya baik dan buruk pada esensinya buruk-- dan mengetengahkan masalah self-sufficients logistic (mustaqillatul-aqliyah) bahwa dengan sangat jelas tanpa petunjuk syariat agama pun akal mampu memilah setiap tindakan yang berbeda-beda.

Adapun Asy'ariyah sebagaimana mereka mengingkari keadilan, mereka juga mengingkari esensi baik dan buruk. Pertama, mereka menganggap bahwa baik dan buruk itu relatif yang bergantung pada kondisi, waktu dan lingkungannya, yang juga merupakan hasil rangkaian dari doktrin-doktrin. Kedua, akal dalam menilai baik dan buruk harus mengikuti petunjuk syariat. Dengan kata lain meminimalkan akal dalam menetukan baik dan buruk atau bahkan mengabaikannya.

Puncak perselisihan antara Asy'ariyah dan Mu'tazilah dalam masalah keadilan Tuhan swt adalah ketika Mu'tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asy'ariyah bahwa jika keadilan mencakup ikhtiar, baik dan buruk logistis serta keterikatan tindakan Tuhan swt dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan swt (Tauhid fil Af'al) bahkan bertentangan dengan ke-Esaan Tuhan swt itu sendiri. Karena ikhitar menurut Mu'tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari dzat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar