Selasa, 09 Desember 2014

LOGIKA -Kesesatan Berpikir (Fallacy)

Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam usaha untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak yang mencoba membantah pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan menunjukkan kesesatan penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas kesesatan penalaran tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir (fallacia/fallacy).




BAB I
PENDAHULAN
A.    LATAR BELAKANG

Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur fallacy, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bias mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.

B.    RUMUSAN MASALAH

v  Apa yang dimaksud dari kesesatan berpikir dalam logika
v  Dengan menguraikan :
a.       Klasifikasi pelaku fallacy
b.      Klasifikasi fallacy beserta contohnya.

C.     MAKSUD DAN TUJUAN

Mengetahui apa yang disebut kesesatan berpikir dalam logika dan mengetahui bentuk-bentuk dari kesesatan berpikir


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Kesesatan Berpikir (Fallacy)

Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam usaha untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak yang mencoba membantah pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan menunjukkan kesesatan penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas kesesatan penalaran tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir (fallacia/fallacy).

Kesesatan berfikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah dan menyesatkan. Ini karena adanya suatu gejala berfikir yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.

Kesesatan relavansi timbul ketika seseorang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan pada premisnya atau secara logis kesimpulan tidak terkandung bahkan tidak merupakan implikasi dari premisnya.

B.    Klasifikasi Pelaku Fallacy

Dalam pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy), Ada dua pelaku, yaitu Sofisme dan Paralogisme.

1.      Sofisme
Sofisme adalah sesat pikir yang sengaja dilakukan untuk menyesatkan orang lain, padahal si pemuka pendapat sendiri tidak sesat. Disebut demikian karena yang pertama-tama mempraktekkannya adalah kaum sofis, nama suatu kelompok cendekiawan yang mahir berpidato pada zaman Yunani kuno. Mereka selalu berusaha mempengaruhi khalayak ramai dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui pidato-pidato mereka agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator ulung. Umumnya yang sengaja ber-fallacy adalah orang menyimpan tendensi pribadi dan lainnya. Sedangkan yang berpikir ngawur tanpa menyadarinya adalah orang yang tidak menyadari kekurangan dirinya atau kurang bertanggungjawab terhadap setiap pendapat yang dikemukakannya.

2.      Paralogisme
Paralogisme adalah pelaku sesat pikir yang tidak menyadari akan sesat pikir yang dilakukannya. Fallacy sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur fallacy, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bias mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.

C.     Klasifikasi Kesesatan Berpikir (fallacy)

Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam tipe kesesatan dalam penalaran. Walaupun model klasifikasi kesesatan yang dianggap baku hingga saat ini belum disepakati para ahli, mengingat cara bagaimana penalaran manusia mengalami kesesatan sangat bervariasi, namun secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.

a.       Kesesatan Formal
Penalaran dapat sesat kalau bentuknya tidak tepat dan tidak sahih. Kesesatan inilah yang disebut dengan kesalahan formal. Kesalahan formal adalah kesalahan yang terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.
Sesat pikir tidak hanya terjadi dalam fakta-fakta saja, melainkan juga dalam bentuk penarikan kesimpulan yang sesat dikarenakan tidak dari premis-premisnya yang menjadi acuannya. Sesat pikir juga bisa terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya. Seperti: kucing berkumis, candra berkumis. Jadi, candra Kucing.
Sesat pikir juga terjadi dalam berbagai hal, seperti:

1.       Definisi
Kesesatan dalam definisi terjadi karena kata-katanya sulit, abstrak, negatif dan mengulang; (kesesatan: mengulang apa yang didefinisikan). Contoh:
Hukum waris adalah hukum untuk mengatur warisan.

2.       Klasifikasi
Kesesatan dalam klasifikasi terjadi pada dasar penggolongan yang tidak jelas, tidak konsisten dan tidak bisa menampung seluruh fenomena yang ada. Contoh:
Musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi musim tanam, musim menyiangi, musim hujan dan musim panen; (kesesatan: musim kemarau dan musim hujan  bukanlah kegiatan).

3.       Perlawanan
Kontraris hukumnya jika salah satu proposisi salah, berarti yang lain tentu benar. Contoh:
Jika semua karyawan korupsi dinilai salah, berarti semua karyawan tidak korupsi pasti benar.

4.       Proposisi Majemuk
Dalam mengolah proposisi majemuk. Menyamakan antara proposisi hipotesis kondisional dan prposisi kondisional. Contoh:
Jika mencuri maka dihukum. Berarti jika dihukum berarti dia mencuri.

b.      Kesesatan Informal/Material

Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan, dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi). Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata itu dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidak cermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.

1.    Kesesatan Bahasa

Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti kalimatnya.

Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervriasisi artinya. Ketidak cermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran. Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa.

a.       Kesesatan aksentuasi
Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai karena ada suku kata yang harus diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran mengalami kesesatan.
·      Contoh kesesatan aksentuasi verbal :
-          Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang dalam pertempuran)
-          Apel (buah) dan apel (upacara bendera)

·      Contoh kesesatan aksentuasi nonverbal :
-          "Dengan 2,5 juta bisa membawa motor"
(Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak hanya dengan uang 2,5 juta tetapi juga dengan menyertakan syarat-syarat lainnya seperti slip gaji, KTP, rekening listrik terakhir dan keterangan surat kepemilikan rumah).

b.      Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran.
·      Contoh kesesatan ekuivokasi verbal :
-          bisa (dapat) dan bisa (racun ular)
-          buntut (ekor) dan buntut (anak kecil yang mengikuti kemanapun seorang dewasa pergi)
·      Contoh kesesatan ekuivokasi nonverbal :
-          Bergandengan sesama jenis pasti homo
-          Menggelengkan kepala (berarti tidak setuju), namun di India menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi yang lain menunjukkan kejujuran.

c.       Kesesatan Amfiboli
Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau term tertentu dalam konteks kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, padalahal hanya satu saja makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.
Contoh :
-          Kucing makan tikus mati.
·         Arti 1: Kucing makan, lalu tikus mati
·         Arti 2: Kucing makan tikus lalu kucing tersebut mati
·         Arti 3: Kucing sedang memakan seekor tikus yang sudah mati
-          Dijual kursi bayi tanpa lengan.
·         Arti 1: Dijual sebuah kursi untuk seorang bayi tanpa lengan.
·         Arti 2: Dijual sebuah kursi tanpa dudukan lengan khusus untuk bayi.

d.      Kesesatan Metaforis
Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang terjadi karena pencampur-adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya. Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga kesesatan karena analogi palsu.
Lelucon dibawah ini adalah contoh dari kesesatan metaforis :
Pembicara 1: Binatang apa yang haram?
Pembicara 2: Babi
P 1: Binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram?
P 2: ?
P 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang binatang apa yang paling haram? Lebih haram daripada babi hamil?
P 2: ?
P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya anak haram..

2.    Kesesatan Relevansi

Kesesatan relevansi timbul kalau orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya secara logis kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya. Kesesatan Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. Jadi penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan logis antara premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan - namun kesan akan adannya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat orang terkecoh. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari kesesatan relevansi :
a.       Argumentum ad hominem
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak sesuatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena alasan yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul.
b.      Argumentum ad Verecundiam atau Argumentum Auctoritatis
Kesesatan ini juga disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena disebabkan oleh orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, seorang pakar. Secara logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak bergantung kepada orang yang dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau kebenaran justru harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat. Pepatah latin berbunyi, “Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentation” ; yang maknanya, ‘Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya’.
c.       Argumentum ad baculum
Baculum artinya ‘tongkat’. Maksudnya, kesesatan ini timbul kalau penerimaan atau penolakan suatu penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman. Jika, kita tidak menyetujui sesuatu maka dampaknya kita akan kena sanksi.kita menrima sesuatu itu karena terpaksa, karena takut bukan karena logis.
Contoh:
Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tapi karena kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.
d.      Argumentum ad misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditujukan untuk menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu perbuatan dimaafkan. Misalnya, seorang pencuri yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia mencuri karena lapar dan tidak mempunyai biaya untuk menembus bayinya di rumah sakit, oleh karena itu ia meminta hakim membebaskannya.
e.      Argumentum ad populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis tidak perlu. Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan massa sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Yang seperti ini biasanya terdapat pada pidato politik, demonstrasi, kampanye, propaganda dan sebagainya.
f.        Kesesatan non cause pro cause
Kesesatan ini terjadi jika kita menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab yang lengkap. Contohnya yaitu suatu peristiwa yakni Amir jatuh dari sepeda dan meninggal dunia. Orang menyebutnya bahwa Amir meninggal dunia karena jatuh dari sepeda. Akan tetapi menurut visum et repertum dokter, Amir meninggal dunia karena serangan penyakit jantung.
g.      Kesesatan aksidensi
Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan prinsip-prinsip umum atau pernyataan umu kepada peristiwa-peristiwa tertentu yang karena keadaanya yang bersifat aksedential menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Contohnya, seseorang member susu dan buah-buahan kepada bayinya meskipun bayi itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu baik bagi bayi, maka si ibu itu melakukan penalaran yang sesat karena aksidensinya. Contoh lain, yaitu makan itu pekerjaan yang baik. Akan tetapi jika kita makan ketika berpuasa, maka penalaran kita sesat karena aksidensi.
h.      Kesesatan karena komposisi dan devisi
Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai individu-individu suatu kelompok kolektif. Kalau kita menyimpulkan bahwa predikat itu juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya, maka penlaran kita sesat karena komposisi. Misalnya, ada beberapa anggota-anggota polisi yang menggunakan senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps kepolisian itu terdiri atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk kelompok kolektif dan berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa setiap anggota dari kelompok kolektif itu tentu juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu sesat karena devisi.
i.         Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks
Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat kompleks yang dapat dijawab oleh lebih dari satu pernyataan, meskipun kalimatnya sendiri tunggal. Contohnya, jika ada pertanyaan, “Coba sebutkan macam-macam kalimat!”, maka jawabannya anatara lain: Kalimat tunggal dan kompleks ; kalimat berita, perintah, dan pertanyaan ; kalimat aktif dan pasif ; kalimat susun normal dan inversi.
j.        Argumentum ad ignorantum
Argumentum ad ignorantum adalah penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi atas dasar bahwa negasinya tidak terbukti salah, atau yang menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi itu salah karena negasinya tidak terbukti benar. Contohnya, jika kita menyimpulkan bahwa mahluk “berbadan halus” itu tidak ada karena tidak dapat kita lihat, hal ini sama saja dengan pernyataan bahwa di Kepulauan Paskah tidak ada piramida karena kita tidak mengetahui adanya piramida di sana.







BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang di akibatkan oleh ketidak disiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’. Dalam pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy), Ada dua pelaku, yaitu Sofisme dan Paralogisme. secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material. Kesesatan formal terbagi menjadi 4 : definisi, klasifikasi, perlawanan dan proposisi majemuk. Sedangkan kesesatan informal terbagi menjadi 2 : kesesatan bahasa dan kesesatan relevansi. Kesesatan bahasa terbagi menjadi 4 : aksentuasi, ekuivokasi, amfiboli dan metaforis. Kesesatan relevansi terbagi menjadi 10 : Argumentum ad hominem, Argumentum ad Verecundiam, Argumentum ad baculum, Argumentum ad misericordiam, Argumentum ad populum,  Kesesatan non cause pro cause, Kesesatan aksidensi, Kesesatan karena komposisi dan devisi, Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks, dan Argumentum ad ignorantum.




Daftar Pustaka
Suharto,Heru. Kesesatan-Kesesatan Dalam Berfikir. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994 Poedjawijatna.
Logika Filsafat Berpikir. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002.
Tiam Dahri Sunardji. Buku Ajar Langkah-Langkah Berpikir Logis. Pamekasan : STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hayon, Y.P, Logika, Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus, dan Teratur. ISTN, Jakarta, 2001.
Soekadijo, R.G, Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2001.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar logika; asas-asas penalaran sistematis. Penerbit Kanisius 1996. ISBN 979-497-676-8
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
http://echalimah.blogspot.com/2013/06/makalah-logika.html
http://bisril-corner.blogspot.com/2011/07/kesesatan-penalaran-fallacy.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar