Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam usaha untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak yang mencoba membantah pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan menunjukkan kesesatan penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas kesesatan penalaran tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir (fallacia/fallacy).
BAB I
BAB I
PENDAHULAN
A. LATAR
BELAKANG
Begitu banyak manusia yang
terjebak dalam lumpur fallacy, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang
dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk
terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya,
terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bias mempengaruhi orang lain yang
juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering
kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan
sejenisnya.
B. RUMUSAN
MASALAH
v Apa yang dimaksud dari kesesatan berpikir dalam logika
v Dengan menguraikan :
a.
Klasifikasi pelaku fallacy
b.
Klasifikasi fallacy beserta
contohnya.
C. MAKSUD DAN
TUJUAN
Mengetahui apa yang disebut
kesesatan berpikir dalam logika dan mengetahui bentuk-bentuk dari kesesatan
berpikir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Kesesatan Berpikir (Fallacy)
Ilmu logika lahir bersamaan
dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam usaha untuk menyebar luaskan
pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak yang mencoba membantah
pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan menunjukkan kesesatan
penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas kesesatan
penalaran tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir (fallacia/fallacy).
Kesesatan berfikir adalah proses
penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah dan
menyesatkan. Ini karena adanya suatu gejala berfikir yang disebabkan oleh
pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Kesesatan relavansi timbul ketika
seseorang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan pada premisnya atau
secara logis kesimpulan tidak terkandung bahkan tidak merupakan implikasi dari
premisnya.
B.
Klasifikasi Pelaku Fallacy
Dalam pembahasan terkait kesesatan
berpikir (fallacy), Ada dua pelaku, yaitu Sofisme dan Paralogisme.
1.
Sofisme
Sofisme adalah
sesat pikir yang sengaja dilakukan untuk menyesatkan orang lain, padahal si
pemuka pendapat sendiri tidak sesat. Disebut demikian karena yang pertama-tama
mempraktekkannya adalah kaum sofis, nama suatu kelompok cendekiawan yang mahir
berpidato pada zaman Yunani kuno. Mereka selalu berusaha mempengaruhi khalayak
ramai dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui
pidato-pidato mereka agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator
ulung. Umumnya yang sengaja ber-fallacy adalah orang menyimpan tendensi pribadi
dan lainnya. Sedangkan yang berpikir ngawur tanpa menyadarinya adalah orang
yang tidak menyadari kekurangan dirinya atau kurang bertanggungjawab terhadap
setiap pendapat yang dikemukakannya.
2.
Paralogisme
Paralogisme
adalah pelaku sesat pikir yang tidak menyadari akan sesat pikir yang
dilakukannya. Fallacy sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi
amoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik,
provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat
hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
Begitu banyak
manusia yang terjebak dalam lumpur fallacy, sehingga diperlukan sebuah aturan
baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang
berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak
mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bias
mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar.
Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar manusia tidak
berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.
C.
Klasifikasi Kesesatan Berpikir
(fallacy)
Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam
tipe kesesatan dalam penalaran. Walaupun model klasifikasi kesesatan yang
dianggap baku hingga saat ini belum disepakati para ahli, mengingat cara
bagaimana penalaran manusia mengalami kesesatan sangat bervariasi, namun secara
sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal
dan kesesatan material.
a.
Kesesatan Formal
Penalaran dapat sesat kalau bentuknya tidak tepat dan
tidak sahih. Kesesatan inilah yang disebut dengan kesalahan formal. Kesalahan
formal adalah kesalahan yang terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah
logika.
Sesat pikir tidak hanya terjadi dalam fakta-fakta
saja, melainkan juga dalam bentuk penarikan kesimpulan yang sesat dikarenakan
tidak dari premis-premisnya yang menjadi acuannya. Sesat pikir juga bisa
terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya. Seperti: kucing
berkumis, candra berkumis. Jadi, candra Kucing.
Sesat pikir juga terjadi dalam berbagai hal, seperti:
1. Definisi
Kesesatan dalam definisi terjadi karena kata-katanya
sulit, abstrak, negatif dan mengulang; (kesesatan: mengulang apa yang
didefinisikan). Contoh:
Hukum waris adalah hukum untuk mengatur warisan.
2. Klasifikasi
Kesesatan dalam klasifikasi terjadi pada dasar
penggolongan yang tidak jelas, tidak konsisten dan tidak bisa menampung seluruh
fenomena yang ada. Contoh:
Musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi musim
tanam, musim menyiangi, musim hujan dan musim panen; (kesesatan: musim kemarau
dan musim hujan bukanlah kegiatan).
3. Perlawanan
Kontraris hukumnya jika salah satu proposisi salah,
berarti yang lain tentu benar. Contoh:
Jika semua karyawan korupsi dinilai salah, berarti
semua karyawan tidak korupsi pasti benar.
4. Proposisi Majemuk
Dalam mengolah proposisi majemuk. Menyamakan antara
proposisi hipotesis kondisional dan prposisi kondisional. Contoh:
Jika mencuri maka dihukum. Berarti jika dihukum
berarti dia mencuri.
b.
Kesesatan
Informal/Material
Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama
menyangkut isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor
bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan,
dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi
antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi). Setiap kata dalam bahasa
memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata itu dalam sebuah kalimat
mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka,
meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata
tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidak cermatan dalam menentukan arti kata
atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.
1. Kesesatan Bahasa
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan
masing-masing kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan
keseluruhan arti kalimatnya.
Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun
dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervriasisi artinya. Ketidak cermatan
dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan
penalaran. Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan karena penggunaan
bahasa.
a.
Kesesatan aksentuasi
Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu
diwaspadai karena ada suku kata yang harus diberi tekanan. Perubahan dalam
tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu
kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti
sehingga penalaran mengalami kesesatan.
·
Contoh kesesatan aksentuasi
verbal :
-
Serang (kota) dan serang
(tindakan menyerang dalam pertempuran)
-
Apel (buah) dan apel
(upacara bendera)
·
Contoh kesesatan aksentuasi
nonverbal :
-
"Dengan 2,5 juta bisa
membawa motor"
(Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak
hanya dengan uang 2,5 juta tetapi juga dengan menyertakan syarat-syarat lainnya
seperti slip gaji, KTP, rekening listrik terakhir dan keterangan surat
kepemilikan rumah).
b.
Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan
karena satu kata mempunyai lebih dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran
terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah kesesatan
penalaran.
·
Contoh kesesatan ekuivokasi
verbal :
-
bisa (dapat) dan bisa
(racun ular)
-
buntut (ekor) dan buntut
(anak kecil yang mengikuti kemanapun seorang dewasa pergi)
·
Contoh kesesatan ekuivokasi
nonverbal :
-
Bergandengan sesama jenis
pasti homo
-
Menggelengkan kepala
(berarti tidak setuju), namun di India menggelengkan kepala dari satu sisi ke
sisi yang lain menunjukkan kejujuran.
c.
Kesesatan Amfiboli
Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang
dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya menjadi
bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau term tertentu dalam konteks kalimatnya.
Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, padalahal hanya
satu saja makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.
Contoh :
-
Kucing makan tikus mati.
·
Arti 1: Kucing makan, lalu
tikus mati
·
Arti 2: Kucing makan tikus
lalu kucing tersebut mati
·
Arti 3: Kucing sedang
memakan seekor tikus yang sudah mati
-
Dijual kursi bayi tanpa
lengan.
·
Arti 1: Dijual sebuah kursi
untuk seorang bayi tanpa lengan.
·
Arti 2: Dijual sebuah kursi
tanpa dudukan lengan khusus untuk bayi.
d.
Kesesatan Metaforis
Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah
kesesatan yang terjadi karena pencampur-adukkan arti kiasan dan arti
sebenarnya. Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara
kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan
dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga
kesesatan karena analogi palsu.
Lelucon dibawah ini adalah contoh dari kesesatan
metaforis :
Pembicara 1: Binatang apa yang haram?
Pembicara 2: Babi
P 1: Binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram?
P 2: ?
P 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang binatang apa yang
paling haram? Lebih haram daripada babi hamil?
P 2: ?
P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya
anak haram..
2. Kesesatan Relevansi
Kesesatan relevansi timbul kalau orang menurunkan
suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya secara logis
kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.
Kesesatan Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang
diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah
kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang
sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. Jadi
penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan
logis antara premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan
adanya hubungan - namun kesan akan adannya hubungan secara psikologis ini
sering kali membuat orang terkecoh. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari
kesesatan relevansi :
a.
Argumentum ad hominem
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang
lain menerima atau menolak sesuatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran,
akan tetapi karena alasan yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul.
b.
Argumentum ad
Verecundiam atau Argumentum Auctoritatis
Kesesatan ini juga disebabkan oleh penolakan terhadap
sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena disebabkan
oleh orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya,
seorang pakar. Secara logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak
bergantung kepada orang yang dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau
kebenaran justru harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat. Pepatah latin
berbunyi, “Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentation” ; yang
maknanya, ‘Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya’.
c.
Argumentum ad baculum
Baculum artinya ‘tongkat’. Maksudnya, kesesatan ini
timbul kalau penerimaan atau penolakan suatu penalaran didasarkan atas adanya
ancaman hukuman. Jika, kita tidak menyetujui sesuatu maka dampaknya kita akan
kena sanksi.kita menrima sesuatu itu karena terpaksa, karena takut bukan karena
logis.
Contoh:
Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih
pintar tapi karena kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang
dan mencubitnya.
d.
Argumentum ad
misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan.
Maksudnya, penalaran ini ditujukan untuk menimbulkan belas kasihan sehingga
pernyataan dapat diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha agar
sesuatu perbuatan dimaafkan. Misalnya, seorang pencuri yang tertangkap basah
mengatakan bahwa ia mencuri karena lapar dan tidak mempunyai biaya untuk
menembus bayinya di rumah sakit, oleh karena itu ia meminta hakim
membebaskannya.
e.
Argumentum ad populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian
sesuatu secara logis tidak perlu. Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan
massa sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi
tertentu. Yang seperti ini biasanya terdapat pada pidato politik, demonstrasi,
kampanye, propaganda dan sebagainya.
f.
Kesesatan non cause
pro cause
Kesesatan ini terjadi jika kita menganggap sesuatu
sebagai sebab, padahal sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab yang lengkap.
Contohnya yaitu suatu peristiwa yakni Amir jatuh dari sepeda dan meninggal
dunia. Orang menyebutnya bahwa Amir meninggal dunia karena jatuh dari sepeda.
Akan tetapi menurut visum et repertum dokter, Amir meninggal dunia karena
serangan penyakit jantung.
g.
Kesesatan aksidensi
Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan
prinsip-prinsip umum atau pernyataan umu kepada peristiwa-peristiwa tertentu
yang karena keadaanya yang bersifat aksedential menyebabkan penerapan itu tidak
cocok. Contohnya, seseorang member susu dan buah-buahan kepada bayinya meskipun
bayi itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu baik bagi bayi,
maka si ibu itu melakukan penalaran yang sesat karena aksidensinya. Contoh
lain, yaitu makan itu pekerjaan yang baik. Akan tetapi jika kita makan ketika
berpuasa, maka penalaran kita sesat karena aksidensi.
h.
Kesesatan karena
komposisi dan devisi
Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai
individu-individu suatu kelompok kolektif. Kalau kita menyimpulkan bahwa
predikat itu juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya, maka penlaran
kita sesat karena komposisi. Misalnya, ada beberapa anggota-anggota polisi yang
menggunakan senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps kepolisian
itu terdiri atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk
kelompok kolektif dan berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa setiap anggota dari
kelompok kolektif itu tentu juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu
sesat karena devisi.
i.
Kesesatan karena
pertanyaan yang kompleks
Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat
kompleks yang dapat dijawab oleh lebih dari satu pernyataan, meskipun
kalimatnya sendiri tunggal. Contohnya, jika ada pertanyaan, “Coba sebutkan
macam-macam kalimat!”, maka jawabannya anatara lain: Kalimat tunggal dan
kompleks ; kalimat berita, perintah, dan pertanyaan ; kalimat aktif dan pasif ;
kalimat susun normal dan inversi.
j.
Argumentum ad
ignorantum
Argumentum ad ignorantum adalah penalaran yang
menyimpulkan suatu konklusi atas dasar bahwa negasinya tidak terbukti salah,
atau yang menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi itu salah karena negasinya tidak
terbukti benar. Contohnya, jika kita menyimpulkan bahwa mahluk “berbadan halus”
itu tidak ada karena tidak dapat kita lihat, hal ini sama saja dengan
pernyataan bahwa di Kepulauan Paskah tidak ada piramida karena kita tidak
mengetahui adanya piramida di sana.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang
berarti ‘sesat pikir’. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan
pikir yang di akibatkan oleh ketidak disiplinan pelaku nalar dalam menyusun
data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa
diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’. Dalam pembahasan terkait
kesesatan berpikir (fallacy), Ada dua pelaku, yaitu Sofisme dan Paralogisme. secara
sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal
dan kesesatan material. Kesesatan formal terbagi menjadi 4 : definisi,
klasifikasi, perlawanan dan proposisi majemuk. Sedangkan kesesatan informal
terbagi menjadi 2 : kesesatan bahasa dan kesesatan relevansi. Kesesatan bahasa
terbagi menjadi 4 : aksentuasi, ekuivokasi, amfiboli dan metaforis. Kesesatan
relevansi terbagi menjadi 10 : Argumentum ad hominem, Argumentum ad
Verecundiam, Argumentum ad baculum, Argumentum ad misericordiam, Argumentum ad
populum, Kesesatan non cause pro cause, Kesesatan
aksidensi, Kesesatan karena komposisi dan devisi, Kesesatan karena pertanyaan
yang kompleks, dan Argumentum ad ignorantum.
Daftar Pustaka
Suharto,Heru.
Kesesatan-Kesesatan Dalam Berfikir. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994 Poedjawijatna.
Logika
Filsafat Berpikir. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002.
Tiam Dahri
Sunardji. Buku Ajar Langkah-Langkah Berpikir Logis. Pamekasan : STAIN Pamekasan
Press, 2006.
Hayon, Y.P,
Logika, Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus, dan Teratur. ISTN, Jakarta, 2001.
Soekadijo,
R.G, Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta 2001.
Jan Hendrik
Rapar, Pengantar logika; asas-asas penalaran sistematis. Penerbit Kanisius
1996. ISBN 979-497-676-8
Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
http://echalimah.blogspot.com/2013/06/makalah-logika.html
http://bisril-corner.blogspot.com/2011/07/kesesatan-penalaran-fallacy.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar